7 September 2024
Trending Tags

Sleman Yogjakarta, Ada Beberapa Desa Miliki Pantangan Unik bagi Warganya

Brantas.co.id – Sleman – Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini memiliki beberapa dusun/kampung yang masih memegang teguh kepercayaan leluhur. Kepercayaan itu berupa pantangan untuk tak melakukan suatu hal yang dianggap terlarang oleh masyarakat sekitar. Uniknya lagi pantangan tersebut sesuai dengan kampung mereka masing-masing.

– Kampung Kregolan Margomulyo, halaman rumah warganya tidak boleh di pagar.

Kampung Kregolan berada di wilayah Kalurahan Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman. Nama Kregolan diambil dari kata ‘Regol’ yang dalam bahasa Jawa berarti pagar. Nama Kregolan juga diambil dari nama pendiri kampung tersebut yang bernama Mbah Siregol.

Warga di kampung ini memiliki pantangan unik, yakni mendirikan rumah tanpa memiliki regol alias pagar. Balum diketahui secara pasti alasan mengapa warga enggan membangun pagar rumah mereka, namun konon hal tersebut dikarenakan mereka tak ingin kualat karena membangun regol dalam hal ini akan menyamai nama Mbah Siregol.
Selain itu warga berkeyakinan, adanya pagar membuat kebersamaan antar masyarakat menjadi berkurang. Pagar dianggap sebagai pemisah hubungan antar warga, dengan bangunan tanpa sekat pembatas maka antar sesama tetangga dapat bebas saling berkunjung.

– Warga Dusun Kasuran tidak boleh tidur di kasur.

Warga di Dusun Kasuran Kulon, Desa Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, masih mempertahankan tradisi turun temurun untuk tidak tidur di kasur kapuk.

“Sudah turun temurun sejak dusun ini ada, seluruh warga pantang tidur di kasur kapuk karena menurut penuturan leluhur akan membawa sial,” kata Kepala Dusun Kasuran, Desa Margomulyo, Nur Siddiq.

Menurut dia, seluruh warga dusun yang terdiri atas 300 kepala keluarga sampai sekarang tidur di balai bambu atau tempat tidur kayu beralas tikar.

“Ada sebagian warga yang menggunakan serabut kelapa untuk alas tidurnya, sedangkan untuk kasur dengan bahan busa belum ada warga di Kasuran Kulon yang menggunakannya,” katanya.

Namun, kata dia, sebagian warga di Dusun Kasuran Wetan yang berbatasan dengan jalan kampung sebagian kecil sudah menggunakan kasur busa.

Ia menjelaskan, selain untuk menghindari kesialan kebanyakan warga juga memilih tetap tak menggunakan kasur berisi kapas dari buah pohon Kapuk randu (Ceiba pentandra) untuk mempertahankan tradisi leluhur.

“Kami tidak tahu kenapa dulu para leluhur memiliki keyakinan pantang tidur di kasur berbahan kapuk, kami hanya diberitahu bahwa hal tersebut untuk menghindari kesialan. Kami menilai tidak ada buruknya untuk mengikuti keyakinan leluhur ini sekaligus mempertahankan tradisi yang tidak terdapat di daerah lain,” kata Nur.

“Sejak kecil dan mungkin sejak bayi saya sudah dibiasakan tidur tanpa alas kasur kapuk oleh orang tua dan ini saya jalani sampai saat ini,” katanya.

“Kami sekeluarga selama ini tidur hanya beralaskan tikar dengan balai bambu, dan kami juga tidak merasakan ada keluhan atau masalah dengan tidur seperti ini bahkan kami merasa badan tetap sehat,” katanya.

– Dusun Ngino warga tidak boleh menanam sirih dan membuat sumur.

Kampung unik ini bernama Dusun Ngino yang masuk wilayah di Desa Margoagung, Kecamatan Seyegan. Terletak di barat daya Kabupaten Sleman, Dusun Ngino memiliki larangan tak tertulis yang diyakini warganya yakni pantang menanam tanaman sirih serta tak untuk membuat sumur.

Ngino sendiri diambil dari kata dasar ‘Nginang’ yang dalam bahasa Jawa berarti kebiasaan mengunyah daun sirih. Kebiasaan inilah yang dahulu sering dilakukan Mbah Bregas, sosok disegani warga saat itu.

Asal muasal pantangan membuat sumur dan menanam sirih berawal dari cerita pertemuannya antara Mbah Bregas dengan Sunan Kalijaga di kampung tersebut. Saat itu kedua tokoh ini asik berbincang soal agama dengan hingga larut malam bahkan sampai dini hari.

Ketika tengah seru-serunya berbagi ilmu, tiba-tiba ada seorang warga yang tengah mengambil air dari sumur untuk menyiram tanaman di ladang. Sunan Kalijaga mengira

suara itu merupakan aktivitas warga yang tengah mengambil air wudhu untuk menjalankan Shalat Subuh. Penyebar agama Islam di tanah Jawa ini segera mengakhiri perbincangannya dengan Mbah Bergas dan bergegas mengambil air wudhu.

Dengan rasa malu Mbah Bregas mengatakan kepada Sunan Kalijaga jika saat itu belum saatnya masuk waktu Shalat Subuh dan suara tadi merupakan kegiatan warga yang tengah menimba air untuk menyiram tanaman. Mbah Bregas yang merasa bersalah memperingatkan warga tersebut dan kemudian melarang masyarakat sekitar untuk memiliki sumur di rumah mereka.

Sementara kepercayaan tak mau menanam tanaman sirih lantaran warga menghormati kebiasaan Mbah Bregas yang gemar ‘nginang’. Masyarakat sekitar tak berani melanggar pantangan itu hingga saat ini.

– Dusun Beteng, Warganya Pantang Bangun Rumah Berdinding Tembok.

Dusun Beteng berada di Kelurahan Margoagung, Kecamatan Sayegan, Kabupaten Sleman. Warga di sini memiliki pantangan membangun rumah berdinding tembok. Warga lebih memilih membangun rumah rumah mereka dengan dinding kayu maupun bambu.

Pantangan itu dilakukan warga bukan kerena tanpa sebab, semua dilakukan berkaitan dengan kisah perjuangan Pangeran Diponegoro saat mengusir penjajah Belanda dari tanah Mataram. Dahulu kawasan Margoagung merupakan basis pertahanan awal pasukan Diponegoro sebelum kompeni masuk lebih jauh ke pusat pemerintahan saat itu.

Di kawasan ini Pangeran Diponegoro membangun benteng pertahanan. Benteng pertahanan yang dibuat bukan sembarangan, melainkan benteng gaib. Para pejuang dan warga sekitar tak akan bisa melihat adanya bangguna besar di sini, namun jika pasukan Balanda mendekati kawasan Margoagung seolah melihat benteng besar dengan ribuan pasukannya.

Kompeni yang nekat mendekat benteng tersebut akan tewas. Jangankan manusia, kuda milik kompeni yang melewatinya pun juga akan mati.

Hal itulah yang kemudian mendasari warga enggan membangun rumah mereka terbuat dari dinding. Warga meyakini, dengan membangun rumah bertembok maka akan terjadi marabahaya. Tak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga bagi warga sekitar. (Aguss)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Previous post Kapolda Jateng bersama Warga Sholat Ied di Asrama Brimob Srondol
Next post RRC Tengah Persiapkan Presiden Boneka Indonesia Di Pilpres 2024