
Hadapi Penyakit Kuku Dan Mulut, Peternak Diharapkan Rutin Periksa Hewan Ternak

Brantas.co.id – Klaten – Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menetapkan status penyebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak sebagai keadaan tertentu darurat. Belum sampai bencana, tetapi sudah dalam kondisi darurat.
Penyakit yang terutama menjangkiti ternak sapi tersebut telah menulari tidak kurang dari 298.474 hewan ternak di 223 kabupaten/kota. Wilayah penyebaran PMK sudah menjangkau setidaknya 19 provinsi. Itu data resmi pemerintah. Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) mengklaim jumlah hewan ternak yang terpapar PMK jauh lebih banyak ketimbang yang terungkap oleh data tersebut. Bahkan, jumlahnya bisa mencapai sepuluh kali lipat. Kasus di lapangan memang sangat mungkin jauh lebih banyak daripada data resmi yang terekam karena sifat PMK yang mudah menular.
Seperti halnya covid-19, khususnya di masa-masa awal penyebaran, pengetesan kasus terhitung lamban jika dibandingkan dengan laju penularan. Akibatnya, kasus PMK yang tercatat saat ini layaknya puncak gunung es. Hanya itu yang terlihat, sedangkan jumlah kasus yang riil tidak gamblang terlihat. PMK memang tidak berbahaya bagi manusia. Akan tetapi, PMK jelas mematikan bagi hewan ternak hingga merugikan peternak. Sejauh ini saja, menurut Ombudsman RI, potensi kerugian peternak akibat penyebaran PMK mencapai lebih dari Rp250 miliar. Kerugian akan kian membengkak jika penyebaran PMK tidak segera terbendung. BNPB menyatakan langkah-langkah mengatasi wabah PMK mencontoh penanganan pandemi covid-19.
Satuan Tugas (Satgas) Nasional Penanganan PMK yang mengintegrasikan sejumlah lembaga di bawah koordinasi BNPB bergerak dengan berbasiskan pengetesan. Bila demikian, pengetesan hewan ternak dari paparan PMK mesti dimasifkan seiring dengan percepatan vaksinasi. Hewan ternak tidak bisa berbekal hasil tes dua hari yang lalu, apalagi sepekan yang lalu untuk bisa disebut sehat.
Kegentingan wabah PMK ini juga karena bertepatan dengan menjelang Hari Raya Idhu Adha. Berbeda dengan penanganan covid-19, pemerintah tidak dapat menganjurkan ‘di rumah saja’. Maka, ketika hewan-hewan ternak dimobilisasi dari peternakan-peternakan untuk dijual sebagai hewan kurban, tiap mereka rawan menjadi agen penular PMK. Di sini kesigapan karantina dan pengetesan hewan ternak di tiap tahapan pemindahan sangat diperlukan. Tidak ada salahnya pula mewajibkan peternak dan pedagang hewan kurban menyertakan surat bebas PMK dengan tes yang dilakukan 1×24 jam sebelum hewan ternak berpindah tangan. Hanya dengan pengetesan yang kerap dan masif, pencegahan penularan menjadi lebih efektif.
Peran pemerintah daerah krusial dalam memastikan prosedur pencegahan dan pengobatan PMK dipatuhi peternak dan pedagang. Dalam Keputusan Kepala BNPB Nomor 47 Tahun 2022 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat PMK juga disebutkan bahwa kepala daerah dapat menetapkan status darurat PMK untuk percepatan penanganan penyakit tersebut. Biaya penanganan PMK dibebankan pada APBN, dana siap pakai pada BNPB, serta sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Dengan pengalaman penanganan covid-19 di Tanah Air, yang boleh dibilang sukses untuk saat ini, kita berharap satgas mampu segera menyudahi wabah PMK. Jangan sampai Indonesia berubah menjadi pencetus pandemi berikutnya. (Agus S : sumber MediaIndonesia)