Ruwatan Cukur Rambut Gembel Di Dieng Wonosobo
Brantas.co.id – Wonosobo – Upacara (ritual) yang menarik di Dieng adalah prosesi ruwatan cukur rambut gembel di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar. Ruwatan cukur rambut gembel merupakan agenda tahunan Desa Sembungan.
Salah satu peserta cukur rambut yang menarik perhatian adalah Hening Rasa Karina Putri (6) adalah gadis kecil puteri dari pasangan Kulnaim (45) dan Irma Sukarni (45). Dia hanya memiliki permintaan agar bisa diruwat di Dieng dan doa agar selalu selamat atau waras slamet.
Ayah Karina, Kulnaim menceritakan awal mula buah hatinya tumbuh rambut gembel yakni pada saat usianya satu tahun. Mulanya hanya nampak rambut gembel kecil-kecil yang disertai demam, kemudian kejadian tersebut terus berulang hingga muncul gembel jenis pari.
“Awalnya saya panik, karena dia suka berhalusinasi dan bicara sendiri, tapi legowo karena memang anak dianugerahi rambut gembel. Dulu istri saya juga memiliki riwayat rambut gembel, dan menurun kepada Karina,” papar Naim pada sela-sela acara Ruwat Cukur Rambut Gembel di Telaga Cebong.
Kata Naim, Karina juga memiliki kebesaran hati, yakni ketika banyak teman yang meledek rambut gembelnya. Justru dia tidak marah dan bangga karena memiliki anugerah.
“Saya juga bilang kalau ada yang mengejek dibiarkan saja. Saya berharap semoga nanti dia jadi anak yang cerdas dan berguna bagi nusa bangsa agama dan orang tua,” kata Naim.
Selain Karina, ada Khadziqoh Noureen Rumaisa (6) yang memiliki permintaan sepeda warna-warni. Ibu Rumaisa, Niawati (45) mengatakan awal mula anaknya tumbuh rambut gembel pada saat berusia dua tahun. “Dulu neneknya juga rambutnya gembel. Saya berharap usai diruwat dia jadi anak yang solehah, berbudi pekerti baik dan menurut orang tua,” kata Niawati.
Ada satu peserta yang memiliki jenis rambut gembel sanggul. Dia adalah Suyatmi (38), yang merupakan satu-satunya peserta dewasa. Rambut gembelnya muncul sejak 2015 silam.
“Awalnya demam, sering minta sesuatu seperti orang ngidam. Lalu tumbuh rambut gembel kecil-kecil dan menggumpal jadi satu ke belakang menyerupai orang memakai sanggul,” kata Suyatmi.
Dia memiliki permintaan pada saat diruwat, yakni satu ekor kambing bunting. Sebelumnya, dia pernah mencoba untuk memotong rambut gembelnya tersebut namun malah tumbuh lagi.
“Semoga setelah ruwatan ini tidak tumbuh lagi rambut gembel dan kehidupan saya lebih baik,” tutur Suyatmi.
Ketua Badan Pengawas Pokdarwis Cebong Sikunir, Tafrihan mengatakan agenda ruwat cukur rambut gembel sudah menjadi agenda tahunan desa tertinggi di Pulau Jawa ini. Namun sempat vakum dua tahun karena pandemi.
“Prosesi ruwat rambut gembel Desa Sembungan,dimulai dari arak-arakan peserta dari rumah kepala desa ke lokasi. Kemudian disambut dengan tarian, salawat, doa, cukur rambut lalu doa tolak bala”, katanya.
Rambut gembel yang telah dipotong akan dilarung di Telaga Cebong. Kalau di sini sudah menerapkan akulturasi dengan agama Islam, sehingga ada salawat dan tidak pakai sesaji maupun kemenyan. Hanya tumpeng saja perlambang sedekah dari masing-masing anak bajang (anak rambut gembel).
Masyarakat Dieng, percaya bahwa anak bajang ini titisan Kiai Kolodete yang merupakan salah satu pendiri Kota Wonosobo. Kiai Kolodete lah yang membuka alas Dieng, diyakini sosoknya juga memiliki rambut gembel.
Anak gembel memiliki permintaan atau bebana yang harus dituruti. Si anak akan ditanya “gembelnya minta apa?” kemudian dia akan mengatakan permintaan yang kadang di luar nalar, misalnya telur satu keranjang, joget, selendang, dan masih banyak lagi. Ada juga yang menganggap rambut gembel ini membawa petaka sehingga harus diruwat.
Ritual cukur rambut gembel telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Nusantara dari Kabupaten Wonosobo oleh Kemendikbud RI tahun 2016. (Agus/SM)